https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
Madani memiliki banyak istilah dan makna yang berbeda. Merujuk sejarah
perkembangan masyarakat sipil (civil society) di barat, banyak ahli di
Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa. Masyarakat
sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara
yang dikenal dewasa ini.
Untuk
pertama kalinya istilah masyarakat madani di munculkan oleh Anwar Ibrohim,
mantan Wakil Perdana Mentri Malaysia. Menurut Ibrahim, Masyarakat Madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Menurutnya
pula, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural),
hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami dan
menghargai budaya.[1]
Menurut
Prof.Nafsir Alatas Masyarakat Madani berasal dari bahasa arab yang terdiri dari
dua kata yaitu musyarokah dan madinah.Musyarokah yang berarti pergaulan atau
persekutuan hidup manusia, dalam bahasa latin masyarakat disebut socius yang
kemudian berubah bentuknya menjadi social,sedangkan madinah yang erarti
peradaban. Kemudian hal ini ber kaitan dengan kehidupan masyarakat yang dibina
Nabi Muhammad SAW seyelah beliau berhijrah ke madinah yang penduduknya dari
berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama islam.Berdasarkan
asal usul pengertian tersebut maka yang di maksud Masyarakat Madani (civil
society) adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai nilai peradaban,yaitu
masyarakat yang meletakkan prinsip prinsip nilai dasar msyarakat yang harmonis
dan seimbang.[2]
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
(Civil Society)
Civil society adalah filsuf yunani
Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan
atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan Fase Pertama
sejarah wacana civi society. Pandangan ini telah berubah sama sekali dengan
rumusan civil society yang berkembang dewasa ini,yakni masyarakat sipil
diluar dan penyeimbang lembaga negara. Pandanga Aristoteles ini selanjutnya
dikembangkan oleh Markus Tullius Cicero(106-43 SM),Thomas Hobbes (1588-1679 SM),John
Locke (1632-1704 SM),dan tokoh tokoh masyarakat sipil lainnya.
Fase kedua. pada
tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society denagn
konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis
pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak
lepas dari pengaruh revolusi kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial
yang mencolok.
Fase ketiga. Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai
sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai
antitesis negara. Bersandar pada paradikma ini, Peran negara sudah saatnya
dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk
belaka.
Fase keeampat. wacana civil society selanjutnya di kembangkan oleh G.
W. F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil
society merupakan elemen idiologid kelas dominan.pemahaman ini adalah reaksi
atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan
pandangan paine, Hegel memandang sivil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara.
Fase kelima. Wacana sivil society sebagai reaksi terhadap madzhab
Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Bersumber dari
pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika. Tocqueville memandang civil
society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. menurut tocqueville,
kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan
demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya
demokrasi rakyat Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan
berpolitik, menurutnya warga negara dimanapun akan mampu mengimbangi dan
mengontrol kekuatan negara.
C. Karakteristik Masyarakat Madani
1.
Free public sphare (wilayah publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan public, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan kepada
public.
2.
Demokratisasi, yaitu
proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga mewujudkan
masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi di butuhkan
kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan dan
kemandirian serta kemampuan untuk berprilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3.
Toleransi, yaitu kesediaan
individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap social yang
berbeda dalam masyarakat, sifat saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap
mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap
tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari tuhan
yang maha kuasa.
5.
Keadilan social, yaitu
adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban
setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik,
pengetahuan, dan kesempatan.) dalam pengertian lain, keadlian social adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia
memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani). Bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang
diwakili oleh kiprahberagam organisasi social keagamaan dan pergerakan
nasionaldalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi
perjuangan penegakan HAMdan perlawanaan terhadap colonial, organisasi berbasis
islam, seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama(NU), dan Muhammadiyah, telah
menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia menjadi karakter khas dari
sejarah masyarakat madani di Indonesia.
E. Gerakan Social untuk Memperkuat
Masyarakat Madani
IWAN
Gardono, mendefinisikan
F. Organisasi Pemerintah dalam Ranah
Masyarakat Madani
Gerakan
Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani (Civil Society)
IWAN
Gardono, mendenifisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi sebagai aksi
organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang
perubahan sosial. Pandangan lain mengatakan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah
bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial
berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan.
Keberadaan masyarakat madani tidak
terlepas dari peran gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial
atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu Negara
(state), perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil.
Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada di ranah
Negara dan gerakan ekonomi di ranah ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga
oleh Sidney tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan
politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh
partai politik melalui pemilu. Sementara itu, gerakan ekonomi berkaitan dengan
lobby di mana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan public tanpa harus
menduduki jabatan public tersebut. Selain itu, perbedaan ketiga ranah tersebut
dibahas juga oleh habermas yan melihat gerakan sosial merupakan resistensi progesif
terhadap invasi Negara dan sistem ekonomi. Jadi, salah satu faktor yang
membedakan ketiga garakan tersebut adalah aktornya, yakni parpol di ranah
politik, lobbyist dan perusahaan di ekonomi (pasar), dan organisasi masyarakat
sipil atau kelompok sosial di ranah masyarakat sipil.
KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang undang
dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Perwujudan masyarakatmadani ditandai dengan
karakteritis masyarakat madani, di antaranya wilayah public yang bebas (free
public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan, (pluralism), dan keadilan
sosial.
Strategi membangun masyarakat madani di Indonesia
dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik
demokrasi, pendidikan, dan penyadaran politik.
Masyarakat sipil (sivil society) mengejawantah dalam berbagai wadah
sosial politik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan, organisasi profesi,
organisasi komunitas, media, dan lembaga pendidikan. Domain mereka terpisah
dari Negara maupun sector bisnis. Salah satu pengejawantahan masyarakat sipil
yang kerap terangkat menjadi titik focus perhatian adalah Non- govermental
organization (NGO)
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Indonesia
adalah negara majemuk, terdiri dari berbagai macam suku bangsa, bahasa,
dan adat istiadat. Satu sisi ini merupakan sumber kekayaan akan
ke-khasanah-an kebangsaan Indonesia. Namun di sisi lain persoalan
terbesar adalah bagaimana mengakomodasi semua unsur yang majemuk
tersebut dalam satu kepentingan yang sama. Padahal jelas bahwa
pluralisme bangsa berarti dengan sendirinya memiliki kompleksitas
kepentingan yang berbeda pula. Tuntutan masyarakat Indonesia yang plural
seperti ini menyebabkan pemerintah harus mengambil tindakan yang tepat
dan bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Tentunya pemerintahan
yang bijaksana adalah pemerintahan yang didambakan oleh semua lapisan
masyarakat.
Pada tahun-tahun belakangan ini seringkali orang-orang menyebut good governance untuk mengistilahkan akan pemerintahan yang bijaksana. Istilah Good Governance
di Indonesia mulai sering dibicarakan sejak periode tahun 1990 seiring
dengan meningkatnya kepedulian publik terhadap program-program dukungan
donor kepada pemerintah indonesia. Berbagai kalangan menganggap kegiatan
pembangunan yang dilakukan dengan dukungan donor yang mayoritas
merupakan hutang harus dilakukan dengan lebih memperhatikan aspirasi
masyarakat dan transparansi dalam pelaksanaannya sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada generasi penerima hutang. Program-program
mulai diarahkan untuk memperhatikan aspek-aspek prinsip terkait dengan good governance.
Apa sebetulnya yang dimaksud dengan good governance itu sendiri? Tata-Pemerintahan (governance)
adalah suatu mekanisme interaksi para pihak terkait (pemerintah,
lembaga legislatif dan masyarakat) untuk bersama-sama merumuskan
berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan manajemen pembangunan dalam
suatu wilayah hukum dan administarasi tertentu.
Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, pihak-pihak yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah memerlukan dasar atau
prinsip-prinsip tata-pemerintahan daerah yang baik (good governance),
yang dapat menjadi acuan bagi tercapainya tujuan pemberian otonomi,
yakni peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah,
pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan rasa kebangsaan, keadilan,
pemerataan, dan kemandirian daerah, serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah.
Ada sepuluh prinsip yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapai good governance tersebut,
antara lain partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan,
daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan
efektivitas, serta profesionalisme. Persoalannya kemudian, bagaimana
mengimplementasikan prinsip-prinsip ini di daerah?
Perlu
diingat, tujuan pemberian otonomi adalah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan masyarakat. Karenanya, pemerintah daerah dituntut memahami
secara lebih baik kebutuhan masyarakat yang terdiri dari berbagai
lapisan. Pemerintah daerah harus melibatkan seluruh unsur masyarakat
dalam proses pembangunan. Tata-pemerintahan di daerah harus
diselenggarakan secara partisipatif, melibatkan masyarakat dalam setiap
pembangunan yang diselenggarakan. Kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah daerah merupakan kunci bagi ikut sertanya masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Hal itu akan tumbuh apabila masyarakat
memperoleh pelayanan dan kesempatan yang setara (equal). Pembedaan perlakuan justru akan mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Otonomi
daerah juga bertujuan mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreatifitas
lokal, agar daerah dapat lebih mandiri dan mampu berkompetisi secara
sehat. Untuk tujuan tersebut perlu kepastian hukum. Karenanya,
penyelenggara pemerintahan dituntut taat hukum secara konsisten dan
sungguh-sungguh. ketidakpastian hukum bisa mengurangi minat
berinvestasi, sesuatu yang sangat diperlukan bagi pembangunan daerah.
Otonomi
daerah juga harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Artinya,
penyelenggara pemerintahan dituntut melaksanakan tugas dan kewajiban
secara profesional. Dalam menjalankan tugasnya, penyelenggara
pemerintahan harus sadar untuk tidak hanya berorientasi pada hasil
tetapi juga pada kebenaran dan kewajaran dalam proses pencapaiannya.
Penggunaan sumberdaya masyarakat, perlu diselenggarakan secara
transparan. Penyelenggaran pemerintahan daerah yang bertanggung jawab
dan transparan akan menumbuhkan rasa percaya masyarakat pada pemerintah
daerah.
Penggunaan
sumber daya haruslah diupayakan seefisien dan seefektif mungkin.
Efisien artinya selalu bersikap rasional dengan mempertimbangkan nilai
guna dari setiap sumberdaya yang dipakai. Efektif berarti setiap upaya
yang dikerjakan harus tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan. Terakhir,
perlu dikembangkan sikap profesional dari para aparat pemerintah di
daerah dan para politisi di lembaga legislatif sebagai institusi yang
melayani segala kebutuhan masyarakat.
Pencapaian good governance di beberapa daerah terlihat masih terseok-seok. Ini terlihat dari masih banyaknya kasus-kasus yang belum ditangani secara optimal. Semoga ke depan dapat menerapkan prinsip good governance untuk mencapai pemerintahan daerah yang lebih baik.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Dasar negara berkedudukan sebagai norma hukum tertinggi negara dan
menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum di bawahnya, salah
satunya adalah konstitusi.
Hubungan antara dasar negara dan konstitusi nampak pada gagasan dasar,
cita-cita dan tujuan negara yang terdapat dalam pembukaan UUD suatu
negara.
Dasar negara dan konstitusi mempunyai hubungan secara
yuridis, filosofis dan sosiologisDasar negara dan konstitusi mempunyai hubungan secara
1. Secara yuridis
Keterkaitan dasar negara dengan konstitusi bahwa konstitusi mengandung pokok-pokok pikiran dasar negara yang diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal.
2. Secara filosofis
Konstitusi di dasarkan pada filosofil bangsa tersebut yang berakar pada budaya bangasa.
3. Secara sosiologis
Konstitusi dapat menampung nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang bersumber kepada dasar negara dalam penyelenggaraan pemerintahan
1. Hubungan dasar negara dan konstitusi di Indonesia
Dapat dilihat dari hubungan antara sila-sila pancasila yang termuat pada pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal yang termuat dalam batang tubuh UUD 1945.
Pasal-pasal UUD adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam pembukaan UUD 1945.
2. Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara liberal (As)
Konstitusi yang di buat bertujuan untuk :
- Menegakkan keadilan
- Menjamin keamanan dalam negeri
- Menyediakan pertahanan umum
- Memajukan kesahteraan umum
- Mengamankan kemerdekaan rakyat As yang dianggap sebagai anugerah dari sang pencipta
3. Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara komunis (Uni soviet)
Dasar negara Uni soviet adalah komunisme. Hal itu di nyatakan di dalam pembukaan konstitusi 1977 hubungn dasar negara komunisme dengan pasal-pasal dalam konstitusi Uni Soviet terdapat di dalam alinea terakhir.
Ajaran komunisme di jabarkan kedalam aturan pokok tentang kehidupan bernegara yang sesuai dengan komunisme di dalam konstitusi Uni Soviet.