https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
A. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
Madani memiliki banyak istilah dan makna yang berbeda. Merujuk sejarah
perkembangan masyarakat sipil (civil society) di barat, banyak ahli di
Indonesia menggunakan istilah yang berbeda untuk maksud serupa. Masyarakat
sipil yang umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara
yang dikenal dewasa ini.
Untuk
pertama kalinya istilah masyarakat madani di munculkan oleh Anwar Ibrohim,
mantan Wakil Perdana Mentri Malaysia. Menurut Ibrahim, Masyarakat Madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kesetabilan masyarakat. Menurutnya
pula, masyarakat madani mempunyai ciri-ciri yang khas: kemajemukan budaya (multicultural),
hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling memahami dan
menghargai budaya.[1]
Menurut
Prof.Nafsir Alatas Masyarakat Madani berasal dari bahasa arab yang terdiri dari
dua kata yaitu musyarokah dan madinah.Musyarokah yang berarti pergaulan atau
persekutuan hidup manusia, dalam bahasa latin masyarakat disebut socius yang
kemudian berubah bentuknya menjadi social,sedangkan madinah yang erarti
peradaban. Kemudian hal ini ber kaitan dengan kehidupan masyarakat yang dibina
Nabi Muhammad SAW seyelah beliau berhijrah ke madinah yang penduduknya dari
berbagai jenis etnis dan agama walaupun mayoritas beragama islam.Berdasarkan
asal usul pengertian tersebut maka yang di maksud Masyarakat Madani (civil
society) adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai nilai peradaban,yaitu
masyarakat yang meletakkan prinsip prinsip nilai dasar msyarakat yang harmonis
dan seimbang.[2]
B. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
(Civil Society)
Civil society adalah filsuf yunani
Aristoteles (384-322 SM) yang memandang civil society sebagai sistem kenegaraan
atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini merupakan Fase Pertama
sejarah wacana civi society. Pandangan ini telah berubah sama sekali dengan
rumusan civil society yang berkembang dewasa ini,yakni masyarakat sipil
diluar dan penyeimbang lembaga negara. Pandanga Aristoteles ini selanjutnya
dikembangkan oleh Markus Tullius Cicero(106-43 SM),Thomas Hobbes (1588-1679 SM),John
Locke (1632-1704 SM),dan tokoh tokoh masyarakat sipil lainnya.
Fase kedua. pada
tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society denagn
konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih menekankan visi etis
pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak
lepas dari pengaruh revolusi kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial
yang mencolok.
Fase ketiga. Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai
sesuatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagai
antitesis negara. Bersandar pada paradikma ini, Peran negara sudah saatnya
dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk
belaka.
Fase keeampat. wacana civil society selanjutnya di kembangkan oleh G.
W. F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil
society merupakan elemen idiologid kelas dominan.pemahaman ini adalah reaksi
atas pandangan paine yang memisahkan civil society dari negara. Berbeda dengan
pandangan paine, Hegel memandang sivil society sebagai kelompok subordinatif
terhadap negara.
Fase kelima. Wacana sivil society sebagai reaksi terhadap madzhab
Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville. Bersumber dari
pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika. Tocqueville memandang civil
society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara. menurut tocqueville,
kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan
demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat. Mengaca pada kekhasan budaya
demokrasi rakyat Amerika yang bercirikan plural, mandiri, dan kedewasaan
berpolitik, menurutnya warga negara dimanapun akan mampu mengimbangi dan
mengontrol kekuatan negara.
C. Karakteristik Masyarakat Madani
1.
Free public sphare (wilayah publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan public, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan kepada
public.
2.
Demokratisasi, yaitu
proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga mewujudkan
masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi di butuhkan
kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan dan
kemandirian serta kemampuan untuk berprilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3.
Toleransi, yaitu kesediaan
individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap social yang
berbeda dalam masyarakat, sifat saling menghargai dan menghormati pendapat
serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap
mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap
tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari tuhan
yang maha kuasa.
5.
Keadilan social, yaitu
adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan kewajiban
setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik,
pengetahuan, dan kesempatan.) dalam pengertian lain, keadlian social adalah
hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh
kelompok atau golongan tertentu.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia
memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani). Bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang
diwakili oleh kiprahberagam organisasi social keagamaan dan pergerakan
nasionaldalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai
organisasi perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi
perjuangan penegakan HAMdan perlawanaan terhadap colonial, organisasi berbasis
islam, seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul Ulama(NU), dan Muhammadiyah, telah
menunjukkan kiprahnya sebagai komponen civil society yang penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia menjadi karakter khas dari
sejarah masyarakat madani di Indonesia.
E. Gerakan Social untuk Memperkuat
Masyarakat Madani
IWAN
Gardono, mendefinisikan
F. Organisasi Pemerintah dalam Ranah
Masyarakat Madani
Gerakan
Sosial untuk Memperkuat Masyarakat Madani (Civil Society)
IWAN
Gardono, mendenifisikan gerakan sosial sebagai aksi organisasi sebagai aksi
organisasi atau kelompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang
perubahan sosial. Pandangan lain mengatakan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah
bentuk perilaku politik kolektif non kelembagaan yang secara potensial
berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan.
Keberadaan masyarakat madani tidak
terlepas dari peran gerakan sosial dapat dipadankan dengan perubahan sosial
atau masyarakat sipil yang didasari oleh pembagian tiga ranah, yaitu Negara
(state), perusahaan atau pasar (corporation atau market), dan masyarakat sipil.
Berdasarkan pembagian ini, maka terdapat gerakan politik yang berada di ranah
Negara dan gerakan ekonomi di ranah ekonomi. Pembagian ini telah dibahas juga
oleh Sidney tarrow yang melihat political parties berkaitan dengan gerakan
politik, yakni sebagai upaya perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh
partai politik melalui pemilu. Sementara itu, gerakan ekonomi berkaitan dengan
lobby di mana terdapat upaya melakukan perubahan kebijakan public tanpa harus
menduduki jabatan public tersebut. Selain itu, perbedaan ketiga ranah tersebut
dibahas juga oleh habermas yan melihat gerakan sosial merupakan resistensi progesif
terhadap invasi Negara dan sistem ekonomi. Jadi, salah satu faktor yang
membedakan ketiga garakan tersebut adalah aktornya, yakni parpol di ranah
politik, lobbyist dan perusahaan di ekonomi (pasar), dan organisasi masyarakat
sipil atau kelompok sosial di ranah masyarakat sipil.
KESIMPULAN
Masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan
berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang undang
dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Perwujudan masyarakatmadani ditandai dengan
karakteritis masyarakat madani, di antaranya wilayah public yang bebas (free
public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan, (pluralism), dan keadilan
sosial.
Strategi membangun masyarakat madani di Indonesia
dapat dilakukan dengan integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik
demokrasi, pendidikan, dan penyadaran politik.
Masyarakat sipil (sivil society) mengejawantah dalam berbagai wadah
sosial politik di masyarakat, seperti organisasi keagamaan, organisasi profesi,
organisasi komunitas, media, dan lembaga pendidikan. Domain mereka terpisah
dari Negara maupun sector bisnis. Salah satu pengejawantahan masyarakat sipil
yang kerap terangkat menjadi titik focus perhatian adalah Non- govermental
organization (NGO)
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Indonesia
adalah negara majemuk, terdiri dari berbagai macam suku bangsa, bahasa,
dan adat istiadat. Satu sisi ini merupakan sumber kekayaan akan
ke-khasanah-an kebangsaan Indonesia. Namun di sisi lain persoalan
terbesar adalah bagaimana mengakomodasi semua unsur yang majemuk
tersebut dalam satu kepentingan yang sama. Padahal jelas bahwa
pluralisme bangsa berarti dengan sendirinya memiliki kompleksitas
kepentingan yang berbeda pula. Tuntutan masyarakat Indonesia yang plural
seperti ini menyebabkan pemerintah harus mengambil tindakan yang tepat
dan bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Tentunya pemerintahan
yang bijaksana adalah pemerintahan yang didambakan oleh semua lapisan
masyarakat.
Pada tahun-tahun belakangan ini seringkali orang-orang menyebut good governance untuk mengistilahkan akan pemerintahan yang bijaksana. Istilah Good Governance
di Indonesia mulai sering dibicarakan sejak periode tahun 1990 seiring
dengan meningkatnya kepedulian publik terhadap program-program dukungan
donor kepada pemerintah indonesia. Berbagai kalangan menganggap kegiatan
pembangunan yang dilakukan dengan dukungan donor yang mayoritas
merupakan hutang harus dilakukan dengan lebih memperhatikan aspirasi
masyarakat dan transparansi dalam pelaksanaannya sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada generasi penerima hutang. Program-program
mulai diarahkan untuk memperhatikan aspek-aspek prinsip terkait dengan good governance.
Apa sebetulnya yang dimaksud dengan good governance itu sendiri? Tata-Pemerintahan (governance)
adalah suatu mekanisme interaksi para pihak terkait (pemerintah,
lembaga legislatif dan masyarakat) untuk bersama-sama merumuskan
berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan manajemen pembangunan dalam
suatu wilayah hukum dan administarasi tertentu.
Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, pihak-pihak yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah memerlukan dasar atau
prinsip-prinsip tata-pemerintahan daerah yang baik (good governance),
yang dapat menjadi acuan bagi tercapainya tujuan pemberian otonomi,
yakni peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah,
pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan rasa kebangsaan, keadilan,
pemerataan, dan kemandirian daerah, serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah.
Ada sepuluh prinsip yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapai good governance tersebut,
antara lain partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan,
daya tanggap, wawasan kedepan, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan
efektivitas, serta profesionalisme. Persoalannya kemudian, bagaimana
mengimplementasikan prinsip-prinsip ini di daerah?
Perlu
diingat, tujuan pemberian otonomi adalah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan masyarakat. Karenanya, pemerintah daerah dituntut memahami
secara lebih baik kebutuhan masyarakat yang terdiri dari berbagai
lapisan. Pemerintah daerah harus melibatkan seluruh unsur masyarakat
dalam proses pembangunan. Tata-pemerintahan di daerah harus
diselenggarakan secara partisipatif, melibatkan masyarakat dalam setiap
pembangunan yang diselenggarakan. Kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah daerah merupakan kunci bagi ikut sertanya masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Hal itu akan tumbuh apabila masyarakat
memperoleh pelayanan dan kesempatan yang setara (equal). Pembedaan perlakuan justru akan mendorong terjadinya konflik sosial di masyarakat.
Otonomi
daerah juga bertujuan mendorong tumbuhnya prakarsa dan kreatifitas
lokal, agar daerah dapat lebih mandiri dan mampu berkompetisi secara
sehat. Untuk tujuan tersebut perlu kepastian hukum. Karenanya,
penyelenggara pemerintahan dituntut taat hukum secara konsisten dan
sungguh-sungguh. ketidakpastian hukum bisa mengurangi minat
berinvestasi, sesuatu yang sangat diperlukan bagi pembangunan daerah.
Otonomi
daerah juga harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Artinya,
penyelenggara pemerintahan dituntut melaksanakan tugas dan kewajiban
secara profesional. Dalam menjalankan tugasnya, penyelenggara
pemerintahan harus sadar untuk tidak hanya berorientasi pada hasil
tetapi juga pada kebenaran dan kewajaran dalam proses pencapaiannya.
Penggunaan sumberdaya masyarakat, perlu diselenggarakan secara
transparan. Penyelenggaran pemerintahan daerah yang bertanggung jawab
dan transparan akan menumbuhkan rasa percaya masyarakat pada pemerintah
daerah.
Penggunaan
sumber daya haruslah diupayakan seefisien dan seefektif mungkin.
Efisien artinya selalu bersikap rasional dengan mempertimbangkan nilai
guna dari setiap sumberdaya yang dipakai. Efektif berarti setiap upaya
yang dikerjakan harus tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan. Terakhir,
perlu dikembangkan sikap profesional dari para aparat pemerintah di
daerah dan para politisi di lembaga legislatif sebagai institusi yang
melayani segala kebutuhan masyarakat.
Pencapaian good governance di beberapa daerah terlihat masih terseok-seok. Ini terlihat dari masih banyaknya kasus-kasus yang belum ditangani secara optimal. Semoga ke depan dapat menerapkan prinsip good governance untuk mencapai pemerintahan daerah yang lebih baik.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Dasar negara berkedudukan sebagai norma hukum tertinggi negara dan
menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum di bawahnya, salah
satunya adalah konstitusi.
Hubungan antara dasar negara dan konstitusi nampak pada gagasan dasar,
cita-cita dan tujuan negara yang terdapat dalam pembukaan UUD suatu
negara.
Dasar negara dan konstitusi mempunyai hubungan secara
yuridis, filosofis dan sosiologisDasar negara dan konstitusi mempunyai hubungan secara
1. Secara yuridis
Keterkaitan dasar negara dengan konstitusi bahwa konstitusi mengandung pokok-pokok pikiran dasar negara yang diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal.
2. Secara filosofis
Konstitusi di dasarkan pada filosofil bangsa tersebut yang berakar pada budaya bangasa.
3. Secara sosiologis
Konstitusi dapat menampung nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang bersumber kepada dasar negara dalam penyelenggaraan pemerintahan
1. Hubungan dasar negara dan konstitusi di Indonesia
Dapat dilihat dari hubungan antara sila-sila pancasila yang termuat pada pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal yang termuat dalam batang tubuh UUD 1945.
Pasal-pasal UUD adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang ada dalam pembukaan UUD 1945.
2. Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara liberal (As)
Konstitusi yang di buat bertujuan untuk :
- Menegakkan keadilan
- Menjamin keamanan dalam negeri
- Menyediakan pertahanan umum
- Memajukan kesahteraan umum
- Mengamankan kemerdekaan rakyat As yang dianggap sebagai anugerah dari sang pencipta
3. Hubungan dasar negara dan konstitusi di negara komunis (Uni soviet)
Dasar negara Uni soviet adalah komunisme. Hal itu di nyatakan di dalam pembukaan konstitusi 1977 hubungn dasar negara komunisme dengan pasal-pasal dalam konstitusi Uni Soviet terdapat di dalam alinea terakhir.
Ajaran komunisme di jabarkan kedalam aturan pokok tentang kehidupan bernegara yang sesuai dengan komunisme di dalam konstitusi Uni Soviet.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Prayitno dan Amti dalam bukunya Dasar-Dasar Bimbingan dan
Konseling(2004) orientasi bimbingan dan konseling ada tiga yaitu
orientasi perseorangan, perkembangan, dan permasalahan. Berikut
diuraikan ketiga orientasi tersebut.
1. Orientasi Perseorangan
Misalnya seorang konselor memasuki sebuah kelas; di dalam kelas itu ada
sejumlah orang siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan
berkenaan dengan sasaran layanan, yaitu siswa-siswa yang hendaknya
memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Semua siswa itu secara
keseluruhan ataukah masing-masing siswa seorang demi seorang? “Orientasi
perseorangan” bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitik
beratkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per satu siswa
perlu mendapat perhatian.
Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai
kelompok dalam kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan
kegiatan bimbingan ditunjukkan kepada masing-masing siswa. Kondisi
keseluruhan(kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi (bentuk
keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara
individual harus diperhitungkan. Berkenaan dengan isu”kelompok” dan
“individu”,konselor memilih individu sebagai titk berat pandangannya.
Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan
yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata
lain, kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan
kebahagiaan individu, dan bukan sebaliknya.
Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan kelompoknya. Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan kepada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan lain-lain, tidak akan terganggu oleh pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota kelompok itu.
Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan kelompoknya. Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan kepada kelompok, kesejahteraan kelompok, dan lain-lain, tidak akan terganggu oleh pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota kelompok itu.
2. Orientasi perkembangan
Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi tersebut adalah
pemeliharaan dan pengembangan. Orientasi perkembangan dalam bimbingan
dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang
terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu. Bimbingan
dan konseling memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses
perkembangan itu.
Perkembangan sendiri dapat diartika sebagai “perubahan yang progresif
dan kontinyu(berkesinambungan) dalam diri individu mulai lahir sampai
mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan
yang dialami individu atau organisme menuju ke tingkat kedewasaannya
atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik(jasmaniah) maupun psikis
Dalam hal itu, peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan
kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjalani alur perkembangannya.
Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan dipusatkan untuk
menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan dalam
perkembangannya.
3. Orientasi Permasalahan
Ada yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung risiko.
Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak
mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan. Padahal tujuan umum
bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan
itu sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan dalam perjalanan
hidup dan perkembangan pastilah akan mengganggu tercapainya kebahagiaan
itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagiannya adalah tujuan
bimbingan dan konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik-baiknya, maka
risiko yang mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu
diwaspadai. Kewaspadaan terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah
yang melahirkan konsep orientasi masalah dalam pelayanan bimbingan dan
konseling.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah
dibicarakan, orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan
fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki
agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin
membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar
individu yang sudah terlanjur mengalami maslaah dapat terentaskan
masalahnya. Melalui fungsi pencegahan, layanan dan bimbingan konseling
dimaksudkan mencegah timbulnya masalah pada diri siswa sehingga mereka
terhindar dari bernagai permasalahan yang dapat menghambat
perkembangannya.
Fungsi ini dapat diwujudkan oleh guru pembimbing atau konselor dengan
merumuskan program bimbungan yang sistematis sehingga hal-hal yang dapat
menghambat perkembangan siswa kesulitan belajar, kekurangan informasi,
masalah sosial, dan sebagainya dapat dihindari. Beberapa kegiatan atau
layanan yang dapat diwujudkan berkenaan dengan fungsi ini adalah layanan
orientasi dan layanan kegiatan kelompok.
Kesalahpahaman Dalam Bimbingan dan Konseling
1. Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah
3. Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat incidental
5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien- kliean tertentu saja.
6. Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang normal”
7. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri
8. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain pasif
9. Bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama saja
10. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakuka oleh siapa saja
11. Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater
12. Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
14. Memusatkan
usaha bimbibingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi dan
konseling (misalnya tes, inventori, angket, dan alat pengungkap
lainnya)
15. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah- masalah yang ringan saja
Ruang Lingkup Bimbingan dan Konsaeling
Dalam
dunia pendidikan tentu kita mengenal mengenai bimbingan konseling,
tujuan utama pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah
dasar, yaitu untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangan yang meliputi aspek sosial pribadi, pendidikan dan karir
sesuai dengan tuntutan lingkungan dan masyarakat, ada beberapa bidang
garapan dari bimbingan dan konseling ini, bidang bimbingan yang akan
diberikan meliputi tiga bidang garapan
1. Bimbingan sosial pribadi yang memuat layanan bimbingan yang bersentuhan dengan:
- Pemahaman diri.
- Mengembangkan sikap positif
- Membuat pilihan kegaiatan secara sehat
- Menghargai orang lain
- Mengembangkan rasa tanggungjawab
- Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi
- Keterampilan menyelesaikan masalah
- Membuat keputusan secara baik
2. Bimbingan Pengembangan Pendidikan, memuat layanan yang berkenaan dengan:
- Belajar yang benar
- Menetapkan tujuan dan rencana pendidikan
- Mencapai prestasi belajar secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannyaKeterampilan untuk menghadapi ujian
3. Bimbingan pengembangan karier, meliputi:
- Mengenali macam-macam dan ciri-ciri berbagai jenis pekerjaan
- Menentukan cita-cita dan merencanakan masa depan
- Mengeksplorasi arah pekerjaan
- Menyesuaikan keterampilan, kemampuan dan minat dengan jenis pekerjaan
Adapun menurut para ahli, layanan Bimbingan dan Konseling meliputi
empat bidang garapan, seperti yang dikemukakan oleh Muro dan Kottman
(Ahman, 1998;2530) yakni:
1. Layanan Dasar Bimbingan
Layanan ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan dasar untuk kehidupannya, dengan muatan materi yakni
- Self esteem
- Motivasi berprestasi
- Keterampilan pengambilan keputusan, merumuskan tujuan dan membuat perencanaan
- Keterampilan pemecahan masalah
- Kefektifan dalam hubungan antar pribadi
- Keterampilan berkomunikasi
- Keefektifan dalam memahami lintas budaya
- Prilaku yang bertanggungjawab
2. Layanan Responsif
Layanan ini bertujuan untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial pribadi dan karier atau masalah perkembangan pendidikan, muatan materinya mencakup:
- Kesuksesan akademik
- Kenakalan anak
- Masalah putus sekolah
- Kehadiran
- Sikap dan prilaku terhadap sekolah
- Hubungannya dengan teman sebaya
- Keterampilan studi
- Penyesuaian di sekolah baru
3. Sistem perencanaan individual
Tujuan
layanan ini adalah membantu siswa untuk merencanakan, memonitor dan
mengelola rencana pendidikan, karir dan pengembangan sosial pribadi oleh
dirinya sendiri. Dengan kata lain, melalui sistem perencanaan
individual siswa dapat:
- Mempersiapkan pendidikan, karir, tujuan sosial pribadi yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakat.
- Merumuskan rencana untuk mencapai tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan tujuan jangka panjang.
- Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya
- Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya
- Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya
4. Sistem pendukung
Komponen
sistem pendukung lebih diarahkan kepada pemberian layanan dan kegiatan
manajemen yang secara tidak langsung bermanfaat bagi siswa. Layanan ini
mencakup:
- Konsultasi dengan guru-guru
- Dukungan bagi program pendidikan orang tua dan upaya-upaya masyarakat
- Partisipasi dalam kegiatan sekolah bagi peningkatan perencanaan dan tujuan
- Implementasi dan program standarisasi instrumen tes
- Kerja sama dalam melaksanakan riset yang relevan
- Memberikan masukan terhadap pembuat keputusan dalam kurikulum pengajaran, berdasarkan perspektif siswa
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Mouse pointer atau penunjuk mouse adalah tanda yang menyatakan posisi mouse pada layar. Umumnya berbentuk tanda panah akan tetapi bisa diubah sesuai keinginan. Untuk itu pada postingan kali ini saya akan membagikan cara mudah merubah pointer atau cursor mouse pada Blog anda. Cursor mouse merupakan salah satu bagian penting pada Blog, karena merupakan bagian yang paling sering mendapat perhatian dari pengunjung. Dengan merubah kursornya dengan tampilan yang lebih unik tentunya Blog anda akan terlihat lebih menarik. Jika anda tertarik untuk mengganti kursor pada Blog anda, silakan ikuti tutorialnya dibawah,
Langkah-langkah:
- Kunjungi situs www.cursors-4u.com.
- Disana anda akan disugukan banyak contoh dari kursornya.
- Anda dapat memilih berdasarkan kategori yang ada.
- Silakan anda pilih salah satu gambar yang anda ingin gunakan pada Blog anda.
- Jika anda telah menentukan kursor mana yang akan anda gunakan, klik gambar tersebut untuk mendapatkan kode dari kursornya.
- Sekarang copy kode yang diberikan untuk kursor yang telah anda pilih. (Option #1 - Universal CSS/HTML Code)
- Nah anda sekarang telah mendapatkan kodenya.
- Untuk memasangnya di Blog anda, - Masuk Ke Blogger => Pilih Template => Edit HTML- Dan Cari Code </head>- Paste code-nya tepart diatas code </head>
- Jika sudah klik "Simpan".
Sekarang anda akan menemukan perubahan yang terjadi pada cursor mouse yang ada Blog anda.
Sekian tutorial dari saya mengenai cara mudah mengganti kursor blog dengan animasi, Semoga bermanfaat.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Jika template masih berbentuk Zip/Rar sialakan di Extract dulu. Caranya : klik kanan, kemudian pilih Extract Here.
Jika Template Blogger sudah di extract silakan upload file xml nya. Langkah – Langkah Mengganti Template Blogspot/Blogger (Versi Terbaru) Berikut panduan upload template blogger setelah di download dan diextract1. Login ke dashboard blogger
2. Silakan pergi kebagian Template dengan cara mengklik menu Template (lihat gambar berikut)
3. Klik tulisan Cadangkan / Pulihkan (menunya ada di sebelah kanan atas)
Sebelum template diupload sebaiknya download dulu template yang sudah terpasang dengan cara mengklik tulisan Unduh Template Lengkap. Dan jika template sudah selesai di unduh/download silakan upload template yang baru.
Tunggu proses upload sampai selesai, jika sudah selesai silakan lihat perubahan blog teman.
Oh ia ... biasanya setelah template baru terpasang ada tambahan widget yang mungkin tidak kita inginkan, silakan hapus widget yang tidak di inginkan dan susun kembali penempatannya di tab Tata Letak. Nah itulah tutorial blog : Tutorial Cara Mengganti Template Blogspot - Blogger (Versi Baru)
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Tekanan
Keterangan:
- p: Tekanan (N/m² atau dn/cm²)
- F: Gaya (N atau dn)
- A: Luas alas/penampang (m² atau cm²)
- 1 Pa = 1 N/m² = 10-5 bar = 0,99 x 10-5 atm = 0,752 x 10-2 mmHg atau torr = 0,145 x 10-3 lb/in² (psi)
- 1 torr= 1 mmHg
Tekanan hidrostatis
Keterangan:
- ph: Tekanan hidrostatis (N/m² atau dn/cm²)
- h: jarak ke permukaan zat cair (m atau cm)
- s: berat jenis zat cair (N/m³ atau dn/cm³)
- ρ: massa jenis zat cair (kg/m³ atau g/cm³)
- g: gravitasi (m/s² atau cm/s²)
Tekanan mutlak dan tekanan gauge
Tekanan gauge: selisih antara tekanan yang tidak diketahui dengan tekanan udara luar.Tekanan mutlak = tekanan gauge + tekanan atmosfer
Tekanan mutlak pada kedalaman zat cair
Keterangan:
- p0: tekanan udara luar (1 atm = 76 cmHg = 1,01 x 105 Pa)
Hukum Pascal
Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan sama besar ke segala arah.Keterangan:
- F1: Gaya tekan pada pengisap 1
- F2: Gaya tekan pada pengisap 2
- A1: Luas penampang pada pengisap 1
- A2: Luas penampang pada pengisap 2
Gaya apung (Hukum Archimedes)
Gaya apung adalah selisih antara berat benda di udara dengan berat benda dalam zat cair.Keterangan:
- Fa: gaya apung
- Mf: massa zat cair yang dipindahkan oleh benda
- g: gravitasi bumi
- ρf: massa jenis zat cair
- Vbf: volume benda yang tercelup dalam zat cair
Mengapung, tenggelam, dan melayang
Syarat benda mengapung:Syarat benda melayang:
Syarat benda tenggelam:
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Bimbingan dan konseling berfungsi
sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing peserta
didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh
dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling
mengembang sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan
bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman,
fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan
pengembangan dan fungsi advokat. Uraian berikut ini adalah menjelaskan
makna masing-masing fungsi bimbingan dan konseling:
1.Fungsi pemahaman
a.Pemahaman tentang diri peserta didik sendiri
b.Pemahaman tentang linkungan peserta didik
c.Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), teruatam oleh peserta didik
2.Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3.Fungsi pengentasan
Istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif atau fungsi terapeutik dengan arti pengobatan atau penyembuhan.
Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya, maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perseorangan maupun konseling kelompok.
4.Fungsi pemeliharaan dan pengambangan
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan. Dengan demikian dapat diharapkan peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal.
5.Fungsi advokasi
Fungsi advokasi yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upata pengembangan seluruh potensi secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hsil sebagaimana yang terkandung di dalam masing-masing fungsi tersebut. Setiap pelayanan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
Secara keseluruhan, jika semua fungsi-fungsi itu telah terlaksnaa dengan baik, dapatlah bahwa peserta didik akan mampu berkembangan secara wajar dan mantap menuju aktualitasi diri secara optimal pula. Keterpaduan semua fungsi tersebut akan sangat membantu perkembangan peserta didik secara terpadu pula.
1.Fungsi pemahaman
a.Pemahaman tentang diri peserta didik sendiri
b.Pemahaman tentang linkungan peserta didik
c.Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan budaya/nilai-nilai), teruatam oleh peserta didik
2.Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3.Fungsi pengentasan
Istilah fungsi pengentasan ini dipakai sebagai pengganti istilah fungsi kuratif atau fungsi terapeutik dengan arti pengobatan atau penyembuhan.
Melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya, maupun bentuknya. Pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan ini dapat bersifat konseling perseorangan maupun konseling kelompok.
4.Fungsi pemeliharaan dan pengambangan
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik dan dimantapkan. Dengan demikian dapat diharapkan peserta didik dapat mencapai perkembangan kepribadian secara optimal.
5.Fungsi advokasi
Fungsi advokasi yaitu bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upata pengembangan seluruh potensi secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mencapai hsil sebagaimana yang terkandung di dalam masing-masing fungsi tersebut. Setiap pelayanan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
Secara keseluruhan, jika semua fungsi-fungsi itu telah terlaksnaa dengan baik, dapatlah bahwa peserta didik akan mampu berkembangan secara wajar dan mantap menuju aktualitasi diri secara optimal pula. Keterpaduan semua fungsi tersebut akan sangat membantu perkembangan peserta didik secara terpadu pula.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Kegiatan bimbingan dan konseling,
ada asas yang dijadikan pertimbangan kegiatan. Menurut Prayitno ada 12
asas yang harus menjadi dasar pertimbangan dalam kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling. Asas-asas bimbingan dan konseling itu adalah
sebagai berikut:
1.Asas keberhasilan
Asas ini dikatakan juga sebagai asas kunci dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dengan adanya asas keberhasilan ini dapat menimbulkan rasa aman dalam diri klien. Disamping itu, asas keberhasilan ini juga akan menghilangkan kekhawatiran klien terhadap adanya keinginan konselor/guru pembimbing untuk menyalahgunakan rahasia dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya sehingga merugikan klien.
2.Asas kesukarelaan
Dalam memahami pengertian bimbingan dan konseling telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu individu. Perkataan membantu disini mengandung arti bahwa bimbingan bukan merupakan suatu paksaan. Oleh karena itu dalam kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan adanya kerja sama yang demokratis secara konselor/guru pembimbing dengan kliennya. Kerjasama akan terjalin jika klien dapat dengan sukarela menceritakan serta menjelaskan masalah yang dialaminya kepada konselor.
3.Asas keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas penting bagi konselor/guru pembimbing, karena dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada klien untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi penghalang bagi perkembangan psikisnya.
4.Asas kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat sekarang atau kini, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Dalam hal ini diharapkan konselordapat mengarahkanklien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sekarang.
5.Asas kemandirian
Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar konselor berusaha menghidupkan kemandirian di dalam diri klien. Schuld berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa “klien akan terus menyatakan ketergantungannya, selama ketergantungannya itu memperoleh respon dari konselor, sebaliknya rasa ketergantungan akan berhenti bila tidak ditanggapi oleh konselor”
6.Asas Kegiatan
Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadnag konselor memberikan beberapa tugas dna kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan. Di pihak lain konselor harus berusaha/mendorong agar kliennya mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan tersebut.
7.Asas kedinamisan
Keberhasilan usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klienke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu tertentu sesuai kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku klien.
8.Asas keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjalin keterpaduan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Untuk itu konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien.
9.Asas kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan lingkungannya. Disadari sepenuhnya bahwa konselor akan menyertakan norma-norma yang dianutnya kedalam hubungan konseling baik secara langsung atau tidak langsung.
10.Asas keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapaykan pendidikan dan latihan yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor/guru pembimbing akan menunjang hasil konseling.
11.Asas alih tangan
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Dalam hal in ikonselor perlu mengalihtangankan (referal) klien pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
12.Asas Tut Wuri Handayani
Sebagaimana yang telah dipahami dalam pengertian bimbingan dankonseling bahwa bimbingan dan konseling ini merupakan kegiatan yang telah dilakukan secara sistematis., sengaja, berencana, terus menerus, dan terarah kepada suatu tujuan. Oleh karena itu kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada saat klien mengalami maslaah dan menghadapkannya kepada konselor atau guru pembimbing saja. Kegiatan bimbingan dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana klien telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1.Asas keberhasilan
Asas ini dikatakan juga sebagai asas kunci dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dengan adanya asas keberhasilan ini dapat menimbulkan rasa aman dalam diri klien. Disamping itu, asas keberhasilan ini juga akan menghilangkan kekhawatiran klien terhadap adanya keinginan konselor/guru pembimbing untuk menyalahgunakan rahasia dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya sehingga merugikan klien.
2.Asas kesukarelaan
Dalam memahami pengertian bimbingan dan konseling telah dikemukakan bahwa bimbingan merupakan proses membantu individu. Perkataan membantu disini mengandung arti bahwa bimbingan bukan merupakan suatu paksaan. Oleh karena itu dalam kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan adanya kerja sama yang demokratis secara konselor/guru pembimbing dengan kliennya. Kerjasama akan terjalin jika klien dapat dengan sukarela menceritakan serta menjelaskan masalah yang dialaminya kepada konselor.
3.Asas keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas penting bagi konselor/guru pembimbing, karena dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada klien untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi penghalang bagi perkembangan psikisnya.
4.Asas kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat sekarang atau kini, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Dalam hal ini diharapkan konselordapat mengarahkanklien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sekarang.
5.Asas kemandirian
Salah satu tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling adalah agar konselor berusaha menghidupkan kemandirian di dalam diri klien. Schuld berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa “klien akan terus menyatakan ketergantungannya, selama ketergantungannya itu memperoleh respon dari konselor, sebaliknya rasa ketergantungan akan berhenti bila tidak ditanggapi oleh konselor”
6.Asas Kegiatan
Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadnag konselor memberikan beberapa tugas dna kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan. Di pihak lain konselor harus berusaha/mendorong agar kliennya mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan tersebut.
7.Asas kedinamisan
Keberhasilan usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klienke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu tertentu sesuai kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku klien.
8.Asas keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjalin keterpaduan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Untuk itu konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien.
9.Asas kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan lingkungannya. Disadari sepenuhnya bahwa konselor akan menyertakan norma-norma yang dianutnya kedalam hubungan konseling baik secara langsung atau tidak langsung.
10.Asas keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapaykan pendidikan dan latihan yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian yang ditampilkan oleh konselor/guru pembimbing akan menunjang hasil konseling.
11.Asas alih tangan
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Dalam hal in ikonselor perlu mengalihtangankan (referal) klien pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
12.Asas Tut Wuri Handayani
Sebagaimana yang telah dipahami dalam pengertian bimbingan dankonseling bahwa bimbingan dan konseling ini merupakan kegiatan yang telah dilakukan secara sistematis., sengaja, berencana, terus menerus, dan terarah kepada suatu tujuan. Oleh karena itu kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada saat klien mengalami maslaah dan menghadapkannya kepada konselor atau guru pembimbing saja. Kegiatan bimbingan dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai sejauh mana klien telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
https://plus.google.com/114835043508631222543?authuser=0
Membicarakan tentang landasan dalam
bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti
landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal
atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling
pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan,
untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat
dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang
kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian
pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari
oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat
aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan
konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing
landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan
yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam
melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa
dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan
filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha
mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah
manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis
tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat
yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada,
para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes,
Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan
tentang hakikat manusia sebagai berikut :
- Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
- Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut
maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang
dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam
berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu
yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor
adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan,
(c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan
dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu
motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu
semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun
motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,–
baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental
atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan
faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan
hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur
otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau
ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat
potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada.
Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu
yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi
(jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot).
Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam
lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai,
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara
optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan
yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang
dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan
proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa
konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek
fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan
sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat
dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless
tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan
individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari
Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget
tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier;
(7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari
Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi
sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya,
konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang
dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di
masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang
amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa
belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan
dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan
harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian
sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya
proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat
psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar
sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang
berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa
dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme;
(2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3)
Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar
alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih
belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan
komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan
hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari
studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang
kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan
konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan
tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa
kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu
satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan
struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang,
hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku
individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian
individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal,
diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik
dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney
dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt
Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons
dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan
sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang
aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
- Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
- Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
- Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
- Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
- Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
- Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan
konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu
yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan
mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku
individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan
menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian
hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan
kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor
dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai
teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan
kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik
dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat
empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang
psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi
pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan
yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi
kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan
produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia
sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku
sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan
dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula
dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun
eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi
komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin
antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.
Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan
yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar
budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c)
stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya
penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi
dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali
memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan
tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan
reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan
yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat
menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali
apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial
antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima
hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan
konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren
bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling
dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya
plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan
landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas
keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal
pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan
kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang
menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan
berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam
bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan
bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya
logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah
(McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu
yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah
memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan
konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi,
biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu
hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran
kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi,
khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an
peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan
konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan
konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan
dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan
tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual
(maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan
pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut
kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan
teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai
ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling,
baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai
bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan
konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan
bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan
religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan
bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan
sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu
bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan
dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan
layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan
dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia
sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari
perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah
agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya
secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan
dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan
kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan
dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.
Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang
ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak
memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa
ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang
berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong
kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan
spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan
berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari
Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh.
Landasan bimbingan dan konseling yang
kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan
konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
Landasan bimbingan dan konseling meliputi
: (a) landasan filosofis, (b) landasan psikologis; (c) landasan
sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan filosofis terutama berkenaan
dengan upaya memahami hakikat manusia, dikaitkan dengan proses layanan
bimbingan dan konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan
pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan
bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b)
pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan
(d) kepribadian.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan
aspek sosial-budaya sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku
individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan
konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman
budaya.
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling sebagai kegiatan
ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Layanan bimbingan dan konseling dalam
konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek tersebut
di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan
religius dan landasan yuridis-formal.